您的当前位置:首页 > 知识 > Sinergi Jadi Kunci Transformasi Ekonomi di Tengah Ancaman Deindustrialisasi dan Minimnya Inovasi 正文
时间:2025-05-21 01:10:23 来源:网络整理 编辑:知识
Warta Ekonomi, Jakarta - Indonesia tengah berada di persimpangan penting dalam perjalanan ekonominya quickqios版下载
Indonesia tengah berada di persimpangan penting dalam perjalanan ekonominya. Di satu sisi, sektor industri masih menjadi tulang punggung Produk Domestik Bruto (PDB). Namun di sisi lain, kontribusinya terus menurun – dari sekitar 26% di awal 2000-an menjadi hanya 19% pada kuartal pertama 2025. Fenomena ini menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia sedang menghadapi tantangan deindustrialisasi dini.
Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, menilai kondisi ini sebagai alarm bagi masa depan ekonomi nasional. “Purchasing Managers Index (PMI) bulan April turun ke angka 4,67 – menunjukkan kontraksi. Ini terjadi karena produsen menumpuk stok barang untuk permintaan yang tak kunjung datang,” ungkapnya dalam Innovation Summit Southeast Asia 2025 (ISSA) di Jakarta. Hal ini sejalan dengan data kuartal I/2025 Badan Pusat Statistik (BPS), yang menunjukkan kontraksi pertumbuhan industri non-migas seperti industri alat angkutan yang mengalami -3.46% yoy, industri mesin -1.38% yoy, dan sektor tembakau yang mengalami kontraksi terdalam yaitu -3.77% yoy.
Menurut Fithra, solusi jangka panjang bukan sekadar stimulus ekonomi, melainkan integrasi kembali ke jaringan produksi global melalui liberalisasi perdagangan dan reformasi kebijakan domestik. “Koherensi kebijakan dan reformasi regulasi adalah fondasi utama. Tanpa itu, industri kita akan terus tertinggal,” tegasnya.
Fithra menekankan pentingnya sinergi lintas sektor melalui pendekatan quadruple helix—kolaborasi antara pemerintah, industri, akademisi, dan komunitas. “Kita butuh faktor penyatu yang mampu mendorong lompatan pembangunan. Bukan sekadar program jangka pendek, tapi konsensus pertumbuhan jangka panjang,” ujarnya.
Senada dengan itu, Prof. Bustanul Arifin dari Universitas Lampung menyoroti lemahnya dukungan terhadap riset dan inovasi. “86% pendanaan riset masih berasal dari sektor publik. Partisipasi swasta hanya 14%. Padahal, inovasi tak bisa berjalan tanpa kemitraan yang kuat,” jelasnya.
Ia juga menyinggung hambatan regulasi yang menghambat implementasi insentif riset. “Undang-Undang sudah mengatur insentif pajak untuk investasi R&D, tapi implementasinya masih jauh dari harapan.”
Bustanul menegaskan bahwa inovasi tidak bisa lagi dilakukan secara top-down seperti di era sentralisasi. Ia mendorong model kolaboratif seperti ABG (Akademisi, Bisnis, Pemerintah) dan Quadruple Helix yang juga melibatkan masyarakat sipil. “Bahkan jika hanya satu atau dua kemitraan yang berhasil, dampaknya bisa sangat besar,” tambahnya.
Baca Juga: Menteri Maman Ajak Industri Waralaba Perkuat Ragam Bisnis UMKM
Sementara itu, mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kolaborasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Prof. Tikki Pangestu, menyoroti pentingnya menjembatani riset dan kebijakan publik. “Banyak riset di Indonesia yang hanya berhenti di jurnal. Padahal, kita punya lembaga seperti BKPK yang seharusnya menjadi penghubung antara sains dan kebijakan,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya regulasi yang proporsional, khususnya di sektor kesehatan. Salah satu contohnya adalah perlunya pendekatan berbasis bukti dalam mengatur produk tembakau alternatif. “Dua dari tiga pria Indonesia adalah perokok. Kita perlu mempertimbangkan solusi seperti THR (Tobacco Harm Reduction) untuk menurunkan beban penyakit kronis,” jelasnya.
Dalam sesi yang sama Senior Partner di firma konsultansi global Roland Berger, Ashok Kaul, menyampaikan pandangannya yang senada dengan Prof. Tikki Pangestu. Ia menggambarkan transformasi industri sebagai proses yang tidak bisa dilepaskan dari tiga pilar utama: penawaran, permintaan, dan kebijakan yang menjembatani keduanya.
Menurut Ashok, pilar pertama adalah sisi penawaran (supply side), dimana industri harus diberi ruang dan insentif untuk bereksperimen, berinovasi, dan menciptakan produk unggulan. Tanpa kebebasan untuk mencoba hal baru, industri akan stagnan dan tertinggal.
Pilar kedua adalah sisi permintaan (demand side), yang menurutnya harus diatur dengan regulasi yang melindungi konsumen, namun tidak membatasi laju inovasi. Pilar ketiga, dan yang paling krusial menurut Ashok, adalah titik temu antara penawaran dan permintaan—disinilah peran pemerintah menjadi sangat strategis. Ia menekankan pentingnya kebijakan yang berbasis risiko (risk-proportionate regulation), yaitu kebijakan yang mempertimbangkan potensi risiko tanpa mematikan potensi inovasi.
Baca Juga: Imbas Perang Tarif, Berkah buat Industri Otomotif Nasional?
“Di sinilah peran kebijakan fiskal seperti pajak menjadi paling menentukan. Saya pendukung kuat regulasi berbasis risiko (risk-proportionate regulation),” ujar Ashok.
Ashok mengungkapkan bahwa langkah Pemerintah Indonesia yang memberikan insentif untuk mendukung adopsi kendaraan listrik yang memiliki tingkat emisi lebih rendah dibandingkan kendaraan berbahan bakar fosil merupakan salah satu contoh nyata penerapan regulasi berbasis risiko.
Para pakar sepakat bahwa masa depan transformasi industri Indonesia bergantung pada kemampuan untuk membangun ekosistem kolaboratif, mendorong inovasi lintas sektor, dan merancang kebijakan yang inklusif dan berorientasi jangka panjang. Tanpa itu, mimpi menuju ekonomi berbasis pengetahuan akan semakin menjauh.
7 Rumah Semi Permanen Di Kebon Jeruk Kebakaran, Puluhan Petugas Berjibaku Padamkan Api2025-05-21 00:55
Mengenal Covid2025-05-21 00:34
INFOGRAFIS: Serba2025-05-21 00:05
LPKR Catat Kinerja Solid pada Kuartal Pertama 2025, Segmen Real Estat Tumbuh 39%2025-05-20 23:56
Apa Itu Rabu Wekasan? Ini Makna, Sejarah, dan Tradisinya2025-05-20 23:55
Saham CUAN Melesat Usai Umumkan Rencana Stock Split 1:10!2025-05-20 23:51
Sumur Garapan Anies Disenggol, Poyuono Disentil Mustofa: Hidup di Jakarta Kok Kaget Lihat Banjir!2025-05-20 23:49
Batam Lokasi Strategis Pengembangan Budidaya Lobster2025-05-20 23:21
Permintaan Pasar Cukup Tinggi, KKP Kendalikan Pengelolaan Arwana Irian2025-05-20 23:20
Pastikan Sektor Perikanan Tetap Produktif, KKP Gencar Promosi dan Perluas Pasar2025-05-20 22:29
Gibran Disebut Langgar Aturan Tanpa Malu, Tim AMIN Akan Laporkan ke Bawaslu2025-05-21 00:55
LPS Travel Fair 2024 Digelar di 4 Kota, Tawarkan Destinasi Gaya Gen Z2025-05-21 00:27
Viral Iklan Paslon Capres2025-05-21 00:21
Xiaomi Merasa Jadi Korban Konspirasi Produk Otomotifnya2025-05-21 00:19
9 Kebiasaan Ini Bisa Merusak Fungsi Otak, Bikin Lemot dan Pikun2025-05-21 00:19
3 Buronan Judi Online dari Kamboja Tiba di Bandara Soetta, Bareskrim Dalami Peran dan Jaringannya2025-05-21 00:09
Momen Anies Teriak Majulah2025-05-21 00:01
Ekuitas Negatif, ACST Dapat Suntikan Modal Rp500 Miliar dari United Tractors (UNTR)2025-05-20 22:55
3 Buronan Judi Online dari Kamboja Tiba di Bandara Soetta, Bareskrim Dalami Peran dan Jaringannya2025-05-20 22:46
Hasil Temuan Bawaslu, Mayor Teddy Hadir di Debat sebagai Ajudan Capres2025-05-20 22:32